Hindari Margin Error dalam Kontrak

_MG_0363

Satu-Satunya ilmu yang tidak mengenal margin error itu ilmu hukum” Kata Prof. Agus yang hingga kini masih mengajar di Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Margin error memang bukanlah hal lazim yang ditemukan pada ilmu hukum. Umum margin error ditemukan pada cabang-cabang ilmu yang basis pembelajarannya berupa data dan angka seperti Ilmu Alam dan Ilmu Sosial. Apakah kaitan antara margin error dengan ilmu hukum?. Untuk menjawab ini, mari kita menyelami margin error dari sisi definisi, aplikasi dan penerapannya dalam ilmu hukum.

Margin error erat kaitannya dengan aplikasi angka-angka dalam statistik untuk memecahkan persoalan terkait penghitungan dan pendataaan. Margin error mengungkapan pengakuan atas adanya kesalahan pada saat pengambilan beberapa sampling data secara acak. Dampak adanya Margin error adalah berkurangnya tingkat akurasi yang mempengaruhi kesesuaian antara fakta dan data yang ditemui. Persoalan yang diselesaikan dengan data yang tak sesuai akan membuat persoalan menjadi tidak selesai, bahkan menimbulkan masalah baru yang lebih serius.

Jika Prof. Agus menyatakan bahwa ilmu hukum tidak mengenal margin error maka hal tersebut dapat dipahami dengan melihat aplikasi dan dampaknya dilapangan. Kontrak sebagai representasi dari hukum yang mengatur para pihak wajib mencantumkan semua hal yang faktual dan 100% valid. Setiap hal substansial yang akan diatur dalam kontrak harus didasarkan pada data yang validasinya telah diuji dan harus dapat dipertanggungjawabkan.

“Hukum tidak boleh mengenal margin error. Hukum itu harus zero error” Tegas Prof. Agus. Dampak substansial yang merugikan para pihak mulai dari tidak dapat dilaksanakannya kontrak, terganggunya proses bisnis dengan pihak ketiga sampai dengan melanggar aturan negara dapat menjerat mereka yang melakukan margin error  dalam pembuatan kontrak. Oleh karena itu, pembuat kontrak dan praktisi hukum sebagai pihak yang membantu  proses pembuatan kontrak dilarang keras melakukan margin error.

Don’t be error in persona; error in object; error in substance” Kata Prof. Agus dalam Workshop Kedudukan dan Kelanjutan dari Suatu Perjanjian yang Bertentangan dengan Hukum yang diselenggarakan oleh BPL Foundation dan ProLegal.

Hal ini dapat dipahami karena margin error dalam persona, object dan substance menyebabkan tuntutan hukum tidak dapat diterima dan mengakibatkan seseorang kehilangan hak yang seharusnya. Jika dilihat dalam tataran yang lebih luas, margin error menyebabkan turunnya kualitas kepastian hukum. Apabila permasalahannya terus meluas dan menyentuh sektor keilmuan lain (seperti sosial dan politik), maka  penyelesaiannya lebih rumit..

Saat menyusun kontrak, praktisi hukum diwajibkan untuk menyusun isi kontrak yang kontekstual dan valid. Melakukan interprestasi yang fokus, tepat dan pasti adalah hal yang harus dilakukan. Prof. Agus mengibaratkan tindakan tersebut seperti seorang penembak sniper. Terlebih dahulu ia menenangkan diri sembari mencari lokasi musuh yang tepat, lalu ia menembak ke arah yang dituju hanya dengan menggunakan satu peluru.

Pada proses penyusunan kontrak, seorang praktisi hukum yang membantu para pihak menyusun kontrak wajib menjunjung tinggi asas-asas umum hukum yang berlaku. Praktisi hukum wajib memberikan saran hukum yang tepat, sesuai dengan fakta dan keahlian yang ia miliki. Ia juga wajib membantu para pihak untuk menyusun kontrak yang antisipatif dan relevan sesuai dengan konsep dan tujuan bisnis yang disepakati. Kontribusi ahli hukum dalam proses penyusunan kontrak, diharapkan dapat menghindari para pihak dari margin error dalam kontrak—yang  berakibat gagalnya tujuan bisnis dan jeratan masalah hukum.

 

Aditya Anugra Pratama

 

 

 

*Ingin mengetahui lebih dalam mengenai pembuatan kontrak bisnis dan informasi hukum lainnya?  Ikuti beragam workshop dan pelatihan hukum yang diselenggarakan oleh BPL Foundation dan ProLegal. Informasi lebih lanjut mengenai dapat menghubungi 081294116724/ 082211958277 atau melalui email info@bplfoundation.or.id.

 

Leave a Comment